Senin, 16 November 2009

tulisan (etika bisnis)

0 komentar
Selasa, 17/11/2009 09:16 WIB

RI Lebih Menikmati Kerjasama IJ-EPA Ketimbang Jepang
Suhendra - detikFinance


Jakarta
- Selama periode Januari-Oktober 2009, jumlah penerbitan surat keterangan asal (SKA) bagi produk Indonesia yang diekspor ke Jepang melampaui penerbitan SKA dari Jepang ke Indonesia.

Kondisi ini menunjukan penerapan penurunan tarif dalam rangka program Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) cukup efektif bagi produk-produk Indonesia ke Jepang.

Sejak kerjasama IJ-EPA berlangsung tahun lalu, penggunaan SKA dari Juli-Desember 2008 mencapai 16.228 SKA dengan nilai US$ 1,7 miliar. Sedangkan pada tahun 2009 dari Januari-Oktober jumlah SKA yang diterbitkan Indonesia mencapai 37.985 SKA dengan nilai total mencapai US$ 2 miliar. Untuk SKA yang diterbitkan Jepang hanya 4.510 SKA senilai US$ 778,1 juta.

"Jadi lebih banyak kita yang menikmati," kata Mendag Mari Elka Pangestu di acara RDP dengan Komisi VI DPR-RI, Senin malam (16/11/2009).

Seperti diketahui penerbitan SKA dilakukan untuk mendapatkan preferensi dalam bentuk bea masuk yang lebih rendah termasuk dalam rangka IJ-EPA. SKA juga disyaratkan sebagai dokumen masuk komoditas ekspor Indonesia untuk beberapa komoditi ke negara tujuan ekspor sebagai dokumen penetapan negara asal barang (country og origin) suatu barang.

Kerjasama IJ-EPA ditandatangani 20 Agustus 2007 dan berlaku pada 1 Juli 2009. Indonesia bisa dibilang cukup lambat melakukan kerjasama EPA dengan Jepang karena negara lain sebelumnya telah melakukan kerjasama serupa seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darusalam, Vietnam dan Meksiko.

Selain adanya liberalisasi tarif bea masuk, IJ-EPA juga mencakup pengiriman tenaga perawat (nurse and care givers) sebanyak 208 orang pada tahun 2008 ke Jepang. Sedangkan kuotanya sepanjang tahun 2009-2009 berjumlah 1000 orang.

IJ-EPA juga diterapkan dalam rangka capacity building bagi Indonesia, dimana Indonesia memperoleh bantuan dalam kerangka MIDEC (manfacturing industrial development center, berupa proyek dalam rangka peningkatan kemampuan sektor industri otomotif, tekstil, besi dan baja UKM.

"FTA (free trade agreement) dalam kerangka bilateral terdiri dari 3 pilar yaitu liberalisasi, fasilitasi dan capacity building," terang Mari.